Golovinamari.com – Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang melibatkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, menuai sorotan tajam. Beberapa pihak, termasuk advokat senior Todung Mulya Lubis, mengkhawatirkan bahwa langkah penetapan tersangka ini dapat berpotensi terjadi kriminalisasi terhadap kebijakan publik.
Todung menyatakan bahwa penetapan tersangka tidak memiliki dasar hukum yang kuat, terutama merujuk pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia berpendapat bahwa unsur utama dalam pasal tersebut adalah tindakan memperkaya diri sendiri atau pihak lain yang merugikan keuangan negara, yang menurutnya tidak terdapat dalam kasus Nadiem.
“Ia seharusnya dipahami sebagai bagian dari kebijakan publik, bukan tindakan melawan hukum,” ujarnya. Todung menegaskan perlunya kehati-hatian dari aparat penegak hukum agar proses hukum tidak berujung pada kriminalisasi kebijakan yang bisa menciptakan preseden buruk.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa risiko hukum bagi pejabat publik terkait kebijakan inovatif dapat menghalangi individu cerdas dan berintegritas untuk berkarir di pemerintahan. “Jika situasi ini berlanjut, kita bisa mengalami brain drain,” tambahnya.
Nadiem sendiri dikenal telah berkomitmen untuk memperkuat literasi digital di Indonesia, sebuah langkah yang sudah dimulainya jauh sebelum menjabat sebagai menteri. Todung juga menyatakan bahwa Kementerian Pendidikan harus mendukung menteri dalam mengambil kebijakan progresif yang dapat mendorong kemajuan tanpa ketakutan akan konsekuensi hukum.
Dalam konteks ini, Todung dan 12 tokoh antikorupsi lainnya menyampaikan pendapat hukum kepada majelis hakim dalam upaya mendorong reformasi sistem praperadilan di Indonesia, diharapkan untuk memperbaiki transparansi dalam proses penetapan tersangka. Kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk meningkatkan tata kelola penegakan hukum di tanah air.