29 Juli 2025 – Tren liburan tanpa gadget meningkat di Bali, wisata hening jadi pilihan baru bagi wisatawan yang lelah dengan hiruk-pikuk digital. Fenomena ini mencerminkan pergeseran perilaku pasca-pandemi, di mana orang semakin mencari ketenangan untuk menyeimbangkan kesehatan mental dan fisik. Bali, sebagai ikon pariwisata Indonesia, menjadi tujuan utama untuk praktik digital detox ini.
Banyak wisatawan memilih destinasi seperti Bali Utara, termasuk kawasan Bedugul dan Lovina, yang menawarkan suasana sejuk dan jauh dari keramaian. Di sana, penginapan ramah lingkungan menyediakan program tanpa akses internet, memungkinkan tamu terhubung langsung dengan alam melalui meditasi, yoga, dan trekking hutan. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tren health and wellness tourism naik hingga 56 persen pada 2024-2025, didorong oleh kesadaran akan pentingnya relaksasi.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo menyatakan, program seperti ini mendukung pemulihan ekonomi lokal sambil menjaga keberlanjutan. “Wisatawan kini menggabungkan liburan dengan pengalaman bermakna, seperti berpartisipasi dalam ritual Nyepi yang mirip digital detox kolektif,” ujarnya. Seorang wisatawan asal Jakarta, Rina Wijaya, berbagi pengalaman: “Saya merasa lebih segar setelah seminggu tanpa ponsel, hanya menikmati suara ombak dan angin.”
Inti dari tren ini adalah eco-tourism, di mana wisatawan menghindari gadget untuk mengurangi dampak lingkungan, seperti polusi cahaya dari layar. Destinasi seperti Desa Pemuteran dan Taman Nasional Bali Barat menjadi populer untuk aktivitas star bathing atau menatap bintang malam tanpa gangguan. Namun, tantangan seperti overtourism tetap ada, mendorong pemerintah daerah membatasi kunjungan di area sensitif.
Di masa depan, tren ini diprediksi berkembang dengan kolaborasi antara operator wisata dan komunitas lokal. Bali diharapkan tetap menjadi pionir wisata hening, menarik lebih banyak wisatawan mancanegara yang mencari keseimbangan hidup. Dengan pendekatan berkelanjutan, pulau ini bisa mempertahankan daya tariknya sebagai surga ketenangan di tengah era digital.