Golovinamari.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya ketidaksesuaian data izin pertambangan setelah menjalin koordinasi dengan sembilan kementerian dan lembaga terkait. Ketidakcocokan ini terjadi setelah maraknya izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Dian Patria, Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V, menjelaskan bahwa KPK memulai pemeriksaan dari izin usaha pertambangan di pulau kecil. Dari data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, terdata sebanyak 246 IUP di pulau kecil di seluruh Indonesia. Namun, saat melakukan pengecekan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, KKP mencatat ada 372 IUP yang terdaftar.
Ketidaksesuaian data ini menunjukkan kurangnya komunikasi antarkementerian, yang sering kali membuat masing-masing lembaga bekerja dalam silo. Dian juga menekankan adanya kemungkinan ego sektoral di dalam pemerintahan, yang memperparah masalah tersebut.
Sebagai langkah untuk menyelesaikan permasalahan ini, KPK melakukan fungsi koordinasi dengan kementerian terkait. Tujuannya adalah untuk mendorong penegakan sanksi bagi pemegang IUP yang melanggar ketentuan yang ada. Dian mengungkapkan, jika terbukti ada pelanggaran, tindakan yang mungkin diambil bisa bersifat administratif, pidana lingkungan, atau terkait pajak. Jika kasusnya melibatkan korupsi, KPK berhak untuk mengambil alih penanganannya.
Dengan inisiatif ini, KPK berharap dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan izin pertambangan demi menjaga sumber daya alam Indonesia.