Golovinamari.com – Kasus bunuh diri mahasiswa Universitas Udayana, Timothy Anugerah Saputra, memicu perhatian luas. Sosiolog Universitas Indonesia, Ida Ruwaida, menekankan perlunya investigasi menyeluruh terkait dugaan perundungan yang dialami korban sebelum insiden tragis tersebut.
Ida Ruwaida menyatakan, “Kekerasan, dalam bentuk apa pun, tidak dapat ditoleransi, khususnya ketika dilakukan oleh teman sebaya di lingkungan perguruan tinggi,” saat dihubungi pada Minggu, 19 Oktober 2025.
Timothy Anugerah, mahasiswa semester VII Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, ditemukan meninggal dunia pada 15 Oktober 2025 setelah diduga melompat dari lantai empat gedung FISIP. Kejadian ini segera menjadi viral di media sosial, mengungkap adanya dugaan perundungan yang dialami oleh korban dari rekan-rekannya. Saat ini, kepolisian Bali tengah melakukan penyelidikan untuk menentukan penyebab pasti peristiwa tersebut.
Ida juga membedakan antara faktor internal dan eksternal yang dapat berkontribusi pada kasus bunuh diri. Faktor internal termasuk karakter pribadi dan pengalaman traumatis, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, pergaulan, dan peran institusi pendidikan. “Kurangnya dukungan sosial dapat memperbesar kemungkinan risiko bunuh diri,” jelasnya.
Ia menyoroti lemahnya dukungan psiko-sosial di kampus, menegaskan bahwa banyak institusi belum memiliki sistem pendampingan yang memadai. “Kampus seharusnya hadir untuk melindungi dan memfasilitasi mahasiswa,” tambah Ida.
Pentingnya kebijakan nasional yang tegas untuk menangani bullying dan bunuh diri juga ditekankan. Menurut Ida, negara perlu mengatur regulasi dan sanksi bagi institusi yang abai. Kasus Timothy Anugerah menjadi pengingat bahwa kampus harus berfungsi sebagai ruang aman bagi kesehatan mental mahasiswa, bukan sekadar tempat belajar.